Dalam dunia bisnis, Informasi merupakan alat yang penting bagi manajemen untuk membantu menggerakkan dan mengembangkan kegiatan perusahaan. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan tergantung pada sistem informasi akuintansi manajemen (Mulyadi, 1993). Dengan menggunakan informasi akuntansi manajemen maka, akan membantu manajemen dalam pengambilan keputusan secara efektif, mengurangi ketidak  pastian dan mengurangi resiko dalam memilih alternatif. Dengan menggunakan informasi manajemen ini, bisa dilakukan pengendalian manajemen. Hal ini disebabkan informasi akuntansi manajemen menekankan hubungan antara informasi keuangan dengan manajer yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pelaksanaannya.

        Break even point yang biasa disingkat BEP, yang di Indonesia dikenal dengan Titik Impas adalah salah satu bentuk dari sekian banyak informasi akuntansi manajemen yang dipakai menganalisa hubungan anatara: Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit. Analisa break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pemimpin untuk mengambil kebijaksanaan

        Teknik analisis titik impas sudah umum bagi segenap pelaku bisnis. Hal ini sangat berguna di dalam pengaturan bisnis dalam cakupan yang luas, termasuk organisasi yang kecil dan besar. Ada 2 (dua) alasan mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini :
  1. Analisis ini berdasarkan pada asumsi yang lugas.
  2. Perusahaan-perusahaan telah menemukan bahwa informasi yang didapat dari metode titik impas ini sangat menguntungkan di dalam pengambilan keputusan.
        Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.

        Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
  1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
  2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
  3. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.
        Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah karena tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan. Pengaruh salah satu faktor akan membawa akibat terhadap seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari sebuah perusahaan sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk memahami hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba.

       Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis.

        Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :
  1. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  2. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.
  3. Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita rugi.
        Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

        Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.

        Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.

        Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.

        Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan, sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.

        Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.

        Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.

Asumsi dari Analisa Break Even
        Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah :
  1. Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkirakan jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi dapat dijabarkan menjadi perubahan tingkat biaya.
  2. Biaya yang dapat diperkirakan itu dapat dipisahkan mana yang bersifat fariabel dan mana yang merupakan beban tetap (fixed cost). Analisa Break even hanya dapat dihitung bilamana sebagian biaya merupakan bebean tetap.
  3. Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi, artinya apa yang diproduksi dianggap terjual habis. Dengan demikian tingkat persediaan barang jadi tidak mengalami perubahan, atau perusahaan sma sekali tidak menyediakan stoc barang jadi.
  4. Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak mengalami perubahan. Ini berarti pasarnya demikian sempurna atau bahwa share pasaran perusahaan sedemikian kecilnyasehingga tidak akan mampu merubah harga pasar yang terjadi.
  5. Efesiensi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah, sehingga biaya variable setiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi.
  6. Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian biaya tetap keseluruhan juga tidak berubah.
  7. Perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir. Bilamana dalam kenyataannya produk yang dibuat lebih dari satu macam, maka sales mix dipertahankan tetap sama.
        Di dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu pengambilan keputusan. Hanya saja diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam penggunaannya.


#


Referensi:
  • Ahyari Agus, Dr, 1989, Anggaran Perusahaan Pendekatan Kuantitatif Buku II. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
  • Agus, Ani Kana. 1986. Anggaran Perusahaan Pembahasan Teori. Yogyakarta: Group.
  • Bambang Riyanto. 1980. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada.
  • Gunawan Adisaputra, Anggaran Perusahaan, buku 1, BPFE
  • Gunawan Adisaputra, Anggaran Perusahaan, buku 2, BPFE.
  • Y. Supriyanto, Anggaran Perusahaan Perencanaan dan Pengendalian Laba.  Yogyakarta: Penerbit Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
  • M. Nafarinn. 2003, Edisi 3, Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
  • Munawir, Ak. 1983, Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
  • P. Darsono, 2008. Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
  • S. Mulyatno, SE. Anggaran Perusahaan Cara Praktis Menyusun Anggaran Perusahaan.Jakarta: Universitas Trisakti.
  • T. Justin Sirait, 2006. Anggaran Sebagai Alat Bantu Bagi Manajemen.   akarta: Penerbit PT Grasindo.
***